Dalam persaingan antara Panjalu dengan Kediri, ternyata Kediri yang unggul dan menjadi negara yang besar kekuasaannya. Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya (1135-1157). Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan ternyata ini dapat berhasil, Panjalu dan Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda Mukha, simbol Airlangga.
Kehidupan Politik Kerajaan Kediri
Pada masa pemerintahan Kerajaan Kediri, kesusastraan diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh menggubah karya sastra Kitab Bharatayudha, yang menggambarkan peperangan antara Pandawa melawan Kurawa; tetapi sebenarnya merupakan peperangan antara Jenggala melawan Kediri.
Empu Panuluh juga menggubah Kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama yang akan menimpa Tanah Jawa, ramalannya terkenal dengan “Jangka Jayabaya”.
Raja Kediri yang juga memerhatikan kesusastraan ialah Kameswara. Empu Tan Akung menulis Kitab Wartasancaya dan Lubdaka sedangkan Empu Dharmaja menulis Kitab Kakawin Smaradahana. Di dalam Kitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan Kumajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candrakirana.
Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok, berakhirlah kerajaan Kediri dan muncul kerajaan Singasari.
Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Kediri
Pada masa Kejayaan Kediri, raja sangat memperhatikan kehidupan sosial ekonomi rakyat. Hal ini dapat dilihat dari karya-karya sastra yang dihasilkan pada saat itu, yang merefleksikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada masa tersebut.
Salah satu contohnya adalah Kitab Lubdaka yang berisi ajaran moral, bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak ditentukan oleh asal-usul dan kedudukan sosial, namun ditentukan oleh perilaku dan akhlaknya. Dalam Kitab Lubdaka, terdapat penekanan pada pentingnya moralitas dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Raja pada masa Kejayaan Kediri juga sangat peduli terhadap kebutuhan rakyatnya. Beliau berusaha untuk menciptakan kebijakan yang mendukung kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, pengembangan pertanian, dan perdagangan.
Semua upaya ini dilakukan untuk memastikan bahwa masyarakat Kediri dapat hidup sejahtera dan bahagia. Oleh karena itu, Kejayaan Kediri menjadi salah satu masa keemasan dalam sejarah Indonesia, yang dikenal dengan kebijakan pro-rakyatnya dan perhatiannya yang besar terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Kehidupan Kebudayaan Kerajaan Kediri
Di bidang kebudayaan khususnya sastra, di Kahuripan dan Kediri berkembang pesat, di antaranya sebagai berikut:
- Pada masa Dharmawangsa, berhasil disadur Kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut Kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana.
- Di zaman Airlangga, disusun Kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
- Masa Jayabaya, berhasil digubah Kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Di samping itu Empu Panuluh juga menulis Kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
- Masa Kameswara, berhasil ditulis Kitab Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Tan Akung.